Minggu, 16 Desember 2012

FIQIH DAKWAH


BAB I
Pendahuluan

A.    Latar belakang masalah
Dakwah sekarang menghadapai beragam masalah. Model dakwah pun makin variatif di banding masa lalu yang hanya dengan model ceramah, khutbah, atau nasiahat. Banyak kemudian ragam istilah yang berkenaan dengan model dakwah, antara lain : dakwah cultural, dakwa structural, dakwah pembangunan, dakwah pemberdayaan masyarakat, dakwah jurnalistik, dan sebagainya. Akan tetapi hingga saat ini perkembangan kegiatan dakwah tidak didampingi dengan aspek fiqih, sehingga masyarakat cendrung tidak perduli dengan nila-nila yang seharusnya diperhatikan pada unsur-unsur dakwah,yakni pendakwah, mitra dakwah, metode dakwah, model dakwah, media dakwah, dan pesan dakwah. Problematika etis ini penting dibahas, mengingat saat ini terjadi pertarungan dan benturan peradaban di antara berbagai pemikiran. Pemikiran islam juga tidak tunggal, tetapi bermacam-macam. Yang akhirnya, pandangan tentang dakwah islam juga berbeda antara satu pakar dengan pakar yang lain. Kita melacak perbedaan itu dalam al-quran dan hadits sebagai sumber hukum  dakwah, sehingga kita mencoba merumusakan kaidah-kaidah fiqih yang dapat membantu memecahkan masalah dakwah.
Pada fiqih dakwah akan jelas apa yang menjadi landasan hukum dalam berdakwah, didalam fiqih dakwah al-quran dan hadist adalah sebagai sumber pesan dan hukum dakwah. Selain itu pada fiqih dakwah juga akan  membahas hukum berdakwah yang kemudian disana akan jelas apa hukumnya berdakwah dan juga siapa saja yang harus menjadi pelaku dakwah. Pada option ke tiga ada fiqih dakwah di antara fiqih yang lain, disana akan terang dimana posisi fiqih dakwah itu sendiri di antara fiqih-fiqih yang lain. Dan masih banyak lagi seperti, problematika fiqih dakwah, kaidah-kaidah fiqih dakwah, dan prinsip-prinsip dakwah, yang akan kami coba jabarkan satu-demi satu dalam makalah ini.


B.     Rumusan masalah
Banyak orang yang telah mencoba menjelaskan berbagai macam kaidah-kaidah fiqih dakwah, yang kemudian meraka telah menulis opini baik itu berupa artikel, maupun bentuk opini yang lain. Bahkan buku telah banyak terbit yang khusus membahas tentang fiqih dakwah. Karena itu kami merasa penting membahas fiqih dakwah. Yang Maka kemudian pada makalah kali ini kami mencoba untuk membahas hal-hal yang khusus bekenaan tentang fiqih dakwah. Dengan sistimatika pembahasan sebagai berikut :
a.       Al-qur’an dan hadist sebagai sumber dan hukum dakwah
b.      Hukum dakwah
c.       Fiqih dakwah di antara fiqih yang lain
d.      Problematika fiqih dakwah
e.       Etika-etika dakwah
f.       Prisip-prisip dakwah



BAB II
Pembahasan

Istilah fiqih dakwah mengemuka pada abad 20 dengan lahirnya buku pertama yang ditulis oleh sayyid qutub. Kitab fiqih ad-dakwah yang ditulisannya tidakn beda dengan kitab-kitab dakwah yang lainnya. Sebenarnya kitab ini hanya merupakan inti sari dari tafsir yang juga ditulisnya, yaitu fii dzilalil quran[1].
Sebagaimana yang telah kami tuliskan dalam muqoddimah, bahwa dalam fiqih dakwah ada point-point yang menjadi pokok pembahasan dalam fiqih dakwah, yaitu al-qur’an dan hadist sebagai sumber pesan dan hukum dakwah, hukum dakwah, fiqih dakwah di antar fiqih yang lain, problematika fiqih dakwah, dan etika-etika dakwah, serta perinsip-prinsip dakwah. Pada makalah ini kami akan mencoba menjelaskan satu demi satu point-point di atas.
A.    Al-qur’an dan hadist sebagai sumber pesan dan hukum dakwah
Pesan dakwah harus berisi kebenaran semata[2]. Kebenaran oleh para pakar baik itu para ilmuwan, teolog, bahkan pakar filsafat, dalam menafsirkan kebenaran menjadi polemic public. Hanya saja dalam islam, menurut prof, ali aziz, dalam bukunya ilmu dakwah, beliau menulis bahwa kebenaran dibagi menjadi dua, yaitu. Ada kebenaran hakiki dan ada kebenaran relative, yang dimaksud kebenaran hakiki adalah wahyu yang berasal dari allah SWT. Dan yang dimaksud kebenaran relative adalah sesuatu yang lahir dari akal manusia.
Setiap muslim wajib beriman pada kebenaran wahyu yang allah turunkan. Dan kemudian mengaplikasikan dalam kehidupan, maksudnya menjalankannya dalam kehidupan sehari hari dan kemudian mendakwahkannya pada orang lain. Karena kebenaran wahyu itu hakiki maka ia harus diletakkan pada posisi pertama dan utama,karena wahyu adalah menjadi alat ukur bagi kebenaran-kebenaran yang lain
Al-qur’an adalah fiman allah yang diturnkan allah kepada nabi Muhammad SAW. Maka kemudian kita dapat mengatakan bahwa nabi Muhammad adalah pelaku dakwah (pendakwah), dan wahyu yang diterima adalah pesan-pesan dakwah yang beliau sampaikan kepada masyarakat dan para sahbat beliau. Dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah, pelaku dakwah hendaknya terlebih dahulu menyakini fikih dakwah sebelum menyampaikan kepada mita dakwahnya.
Untuk bisa mempraktekkan wahyu allah SWT, kita diperintahkan melihat apa yang diucapkan dan dilakukan oleh nabi Muhammad. Karena itulah yang di namakan hadist. Tidak ada alas an bagi manusia untuk berdalih bahwa wahyu allah itu tidak manusiawi, teorits, konseptual atau melangit. Sebab kehidupan nabi Muhammad sama dengan kita sebagai manusia biasa. Beliau merasakan lapar ketika tidak makan, sedih ketika mendapt masalah yang tidak ada penyelesaiannya, berdarah ketika dilempar batu, membutuhkan tidur setiap malam da sebagainya.semua kehidupan nabi adalah aturan hukum yang harus diikuti (sunnah). Menurut al-quran, nabi adalah tauladan yang baik (uswatu hasanah).melalui kehidupan nabi Muhammad islam menjangkau semua aspek kehidupan manusia. Atas dasar ini, islam tidak mengenal sekularisme yang memisahkan antara agama dan Negara, ataupun ritual dan social. Seorang muslim dapat dikatakan pengikut setia nabi Muhammad bila semua kegiatan hidupnya mulai dari mandi, makan, minim , berpergian, maupun bekerja, ditunjukkan untuk allah swt. Apalagi jika syarat dan rukunnya terpenuhi.[3]
Seluruh ayat al-quran dan hadist adalah pesan dakwah. Selain pesan dakwah, dalam al-quran juga banyak di jelaskan beberapa pola dakwah. Dari kedua sumber ini kita bisa mengembangkan wacana dakwah secara normative.
Sebenarnya dasar hukum yang telah disepakati oleh ulama bukan hanya al-quran dan sunnah, melainkan masih ada dua lagi yaitu, ijma’ dan qiyas. Banyak definisi tentang ijma’, akan tetapi yang umum ialah kesepakatan para sahabat nabi SAW. Sementara qiyas adalah menyamakan hukum pada masalah cabang dengan hukum pada masalah pokok, di karenakan ada illat yang sama.
Dalam berdakwah, hendaknya pelaku dakwah selain menggunakan al-quran dan hadist sebagai sumber pesan tapi juga tidak menafikan akal, karena akal digunakan untuk menafsirkan kebenaran wahyu yang kemudian diolah menjadi pesan dakwah. Selain itu akal juga bisa digunakan untuk menjaga etika dakwah. Berdasarkan kemampuan menggali pesan pelaku dakwah dibagi menjadi tiga golongan :
1.      Pendakwah mujtahid
Yaitu pendakwah yang memiliki kemampuan sendiri pesan dakwah dari sumber hukum.
2.      Pendakwah muttabi’
Yaitu pendakwah yang tidak mempunyai kemampuan seperti kelompok mujtahid tadi. Akan tetapi mereka hanya mengambil pesan dakwah yang sedah ditafsirkan oleh para ulama, dengan hanya memahami dalil-dalil serta patuh pada etika dakwah. Cendrung kelompok yang kedua ini lebih banyak dari pada kelompok yang pertama.
3.      Pendakwah muqallid
Yaitu pendakwah yang menyampaikan pesan dakwah tanpa mengetahui dali-dalil yang mendasarinya, akan tetapi mereka tahu bahwa itu merupakan suatu kebenaran, misalnya ketua RT yang perduli akan fungsi masjid, sehingga ia selalu menganjurkan warganya untuk sholat berjamaah.
Para ulama tidak berselisih tentang beban wajibnya dakwah bagi golongan pertama dan golongan kedua, aka tetapi mereka berselisih tentang kewaiban dakwah bagi golongan ke tiga, yaitu yang sedikit sekali mengetahui dalil-dalil ajaran islam. Lebih lanjutnya, kami akan membahasnya pada hukum berdakwah.
B.     Hukum berdakwah
Banyak ayat al-quran yang menguraikan tentang dakwah.di antara ayat dakwah yang berkenaan tentang wajibnya dakwah, tertuang secara gambalang dan jelas pada surah an-nahl : 125
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[4] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk[5]
Ayat diatas secara tegas memerintahkan pada kita untuk berdakwah, untuk melaksanakan dakwah islam. Dalam kaidah ushul fiqih disebutkan, pada dasarnya perintah itu merupakan kewajiban. Dengan demikin sangat jelas bahwa perintah dakwah pada ayat di atas merupakan perintah wajib dari allah SWT. Ayat di atas merupakan perintah bagi ummat islam, secara keseluruhan. Ia bersifat umum. Akan tetapi pada lain ayat ada perintah yang hanya ditujukan pada nabi Muhammad seorang. Misalnya yang tertuang pada surah al-maidah : 67
* $pkšr'¯»tƒ ãAqߧ9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ  
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.[6] Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Walaupun ayat di atas merupakan perintah yang hanya ditujukan pada nabi Muhammad SAW, namun perintah itu juga ditujukan pada seluruh ummat islam. Kaidah ushul fiqih yang dijadikan dasar dalam hal ini adalah ‘’yang dijadikan pegangan adalah kalimat yang bersifat umum, bukan pada sebab yang  khusus’’. Dengan kaidah ini seluruh ayat al-quran, tanpa terkecuali menjadi pedoman untuk seluruh manusia. Perintah dakwah yang dititahkan oleh allah kepada para nabi juga manjadi perintah dakwah kepada ummat islam. Dengan pemahaman ini, hampir semua ayat mengandung perintah dakwah.
Al- ghazali adalah salah satu ulama yang berpendapat bahwa kewajiban dakwah adalah fardu kifayah. Sebagai fardu kifayah, dakwah hanya dibebankan atas orang-orang yang memiliki keahlian dan kemampuan di bidang agama islam.[7]
Banyak ulama besar yang sependapat dengan al-ghazali di antarnya  :ahmad Mahmud, dengan berpendapat bahwa ‘’menegakkan hukum allah SWT, jihad di jalan allah ‘’fii sabilillah’’, ijtihad, dan amar ma’ruf nahi munkar, semuanya adalah termasuk hukum fardu kifayah, yang wajib ditegakkan oleh ummat islam keseluruhan’’. Quraish sihab juga berpendapat senada, beliau mengkhususkan pada al-quran surah ali imron ayat 104
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[8]; merekalah orang-orang yang beruntung[9]
yang menjadi penekana oleh qhurais shihab pada ayat ini adalah, pada kata ‘’minkum’’, beliau mengartikan kata ini dengan arti, sebagian dari kalian, tanpa menafikan kewajiban setiap muslim untuk saling ingat-mengingatkan. Ibnu katsir juga demikian, sependapat dengan al-ghazali, dengan mengatakan maksud dari ayat ini adalah, ‘’agar ada kelompok dari ummat ini yang besedia untuk berdakwah, meskipun perintah ini wajib bagi setiap individu dari ummat islam sesuai kemampuannya’’.
Selain ada yang berpendapat bahwa hukum dakwah itu fardu kifayah. Ada juga yang mengatakan bahwa hukum dakwah ialah fardu ain’. Yang artunya berdakwah adalah hukumnya wajib bagi siapa saja yang mengaku diri sebagai muslim.
Al-razi juga mengemukakan demikian dengan menguatkan argumentasinya dengan al-qur’an pada surah ali imron : 110
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ  
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.[10]
M. Natsir mengemukakan, bahwa tugas dakwah adalah tugas ummat secara keseluruhan, bukan monopoli golongan yang disebut ulama atau cedik cendikiawan.
Dari kedua pendapat tentang kewajiban dakwah di atas, ada beberapa ulama yang memedukan keduanya, hukum berdakwah adalah fardu ain dan kifayah. Pendapat ini diplopori oleh Muhammad abau zahrah. Menurut abu zahrah, fardu ain melakukan dakwah secara individu, dan fardu kifayah elakukan dalam dakwah kolektif. Setiap orang berkewajiban melakukan dakwah indifidual. Kendati demikian, di kalangan ummat islam harus ada tenaga ahli yang berkaitan dengan dakwah islam.[11]
Berkaitan dengan hukum berdakwah, kita perlu memperhatikan dua tahapan dakwah :
1.      Tahapan pertama, adalah tabligh, yakni memperkenalkan islam kepada non muslim atau kepada masyarakat awam, agar tertarik masuk islam.
2.      Tahapan kedua, adalah pembinaan ummat islam. Tahapan ini juga tebagi dua tahapan, yang pertama, membersihkan kebiasaan lama yang buruk dan mensucikannay dengan kebiasaan baik, tahap kedua, mengajrakan kandungan k itab suci al-quran dan hadist nabi SAW.[12]
Tahapan pertama adalah fardu ain, yang harus dipikul oleh setiap orang muslim atau pendakwah muttabi’ atau mungkin pendakwah muqallid, sedangkan tahap kedua, karena berisaf mendalam, menjadi tanggungan para ulam atau para mujtahid.
C.     Fiqih dakwah di antara fiqih-fiqih yang lain
Secara garis besar, fiqih diklompokkan dalam dua bidang, yaitu, ibada(ritual)h dan muamalah (sosial). Antara ibadah dan muamalah, terdapat karektristik yang mendasar. Ibadah berhubungan dengan allah, dan muamalah dengan selain allah.
Dalam perkembangannya, sehingga muncul istilah-istilah baru yang merujuk pada maslalah fiqih, antara lain : fiqih kedokteran (terkait dengan masalah medis), fiqih wanita (masalah kaum permpuan), fiqih keuangan islam (masalah investasi), dan fiqih dakwah (masalah yang terkait dengan kegiatan dakwah).
Fiqih dakwah dapat dikelompokkan dalam wilayah muamalah. Oleh karena itu, penjelasan tentang dakwah dalam al-quran tidak terperinci. Pembahsan hidayah (petunjuk allah) bukan domain fiqih dakwah. pembahasan ilmu dakwah selama ini, sama sebagaimana pembahasan ilmu dakwah. Belum sepenuhnya menjelaskan konsepsi fiqih, sebagaimana dalam definisi fiqih.
Identitas ilmu fiqih hampir diabaikan dalam buku-buku fiqih dakwah. Yang menjadi pembahasan dalam buku-buku fiqih dakwah saat ini tentang klarifikasi sasaran dakwah berdasarkan iman, hidayah, fungsi kenabian, tujuan dakwah, dan fungsi dakwah. Tentu saja ada pembahasan yang dapat digolongkan sebagai kajian ilmu fiqih. Seperti hukum dakwah dan persyaratan pendakwah.
Dalam realitas dakwah, ada aturan yang seharusnya diikuti oleh ummat islam, meski dakwah sendiri dikategorikan perbuatan baik. Ini yang membedakan dengan ilmu dakwah. Ilmu dakwah membahas apa adanya tentang kegiatan dakwah, sedangkan fiqih dakwah membahas apa yang seharusnya dilakukan dalam kegiatan dakwah.jika teologi dakwah ibarat motor, maka ilmu dakwah sebagai kendaraan beserta komponent-komponentnya, dan fiqih dakwah merupakan jala beserta rambu-rambunya. Dengan kata lain, agar bersemangat dalam berdakwah kita mesti belajar teologi dakwah, untuk menemukan strategi dakwah kita belajar ilmu dakwah, dan supaya dakwah kita terarah dengan benar dibutuhkan fiqih dakwah.[13]



[1] Ali aziz, fiqih dakwah edisi revisi, (Jakarta : kencana pranada media, cet 2, 2009), halaman 157
[2] Ibid. hal 138
[3] Ali aziz, fiqihi dakwah edisi revisi, (Jakarta : kencana pranada media, cet 2, 2009), 140
[4] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil
[5] Al-hidayah al-quran terjemah, (banten : penerbit kalim, 2010). QS. Al-maidah 67
[6] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.
[7] Ali aziz, fiqihi dakwah edisi revisi, (Jakarta : kencana pranada media, cet 2, 2009), halaman 148
[8] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
[9] Al-hidayah al-quran terjemah, (banten : penerbit kalim, 2010). QS. Al-imron 104
[10] Al-hidayah al-quran terjemah, (banten : penerbit kalim, 2010)QS. Ali imron : 110
[11] Ali aziz, fiqihi dakwah edisi revisi, (Jakarta : kencana pranada media, cet 2, 2009), hal 153
[12] Ali aziz, fiqihi dakwah edisi revisi, (Jakarta : kencana pranada media, cet 2, 2009), hal 155
[13] Ibid 160

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com